Rindu
Biar
sayup hujan melengkapi melodi rindu yang terus mengalun di suluh hati. Betapa
riuh suara itu menyesakkan dada, sebab berdengung seorang diri. Tak ada yang
mendengar meski gejolak nya memekik telinga. Untuk itu, biar jiwa yang
kehilangan menari bersama malam. Mencumbu sendu sembari melucut nya dengan
Bahasa kalbu.
Betapa pun menggebu nya sabda rasa yang berbunyi kerinduan, ia akan tetap menjadi Bahasa
tanpa wujud, karena yang dirindu bahkan sudah menyerahkan hidupnya kepada sang
penguasa. Jangankan untuk mendengar gelak tawanya, elok rupanya pun perlahan
membias dalam benak seiring masa dan beban bernegosiasi hingga otak lekas
menumpul. Untuk itu, biar jiwa yang merindu bercerita dalam bait. Agar getirnya
terpatri, bersama waktu dan mereka yang kelak menyesapi setiap makna dalam
kata rindu tak bertuan.
Bersama rindu dan
segala emosi yang tercipta, sedetik berlalu dan kini menjadi bagian dari inti
hidup. Tak lekang di tengah dunia yang menua. Memanggil dengan suara mendayu
diantara riuh angin. Seandainya ada yang bisa menjamin, bahwa pada akhirnya
melodi rindu berpadu dengan dentuman kisah dahulu, merajut harmoni di telaga
biru, hingga musafir pun singgah setelah berjalan ragu. Maka bukan sendu yang
tertuang dalam tulisan ini, melainkan sejuta harapan layaknya seorang ibu yang
melahirkan buah cinta
Comments
Post a Comment